Stelsel nyata,fiktif, dan campuran
1.
Riel Stelsel atau Stelsel Nyata
Dimana pengenaan pajak didasarkan pada obyek (
misalnya penghasilan ) yang riel atau nyata, sehingga pemungutannya baru dapat
dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu setelah obyek yang sesungguhnya
diketahui. Kelebihan/kebaikan dari stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih
realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dipungut pada akhir periode
(setelah obyeknya diketahui).
2.
Fictieve Stelsel atau Stelsel Anggapan
Yaitu stelsel yang mendasarkan pemungutan pajak
berdasarkan pada suatu anggapan ( fiksi ). Misalnya dalam kaitannya dengan
Pajak Penghasilan, umumnya anggapan yang digunakan adalah penghasilan tahun
sekarang ( tahun berjalan ) sama dengan penghasilan tahun yang lalu ( tahun
sebelumnya ), sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya
pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan dari stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama
tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun pajak. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada
keadaan yang sesungguhnya.
3.
Mix Stelsel atau Stelsel Campuran
Stelsel Campuran merupakan kombinasi antara stelsel
nyata dengan stelsel anggapan. Dalam penerapannya, stelsel campuran mula-mula
pada awal tahun ditentukan jumlah pajak berdasarkan jumlah anggapan tertentu
dan kemudian setelah tahun pajak berakhir diadakan koreksi sesuai dengan
stelsel nyata. Kebaikan dari stelsel ini adalah bahwa pajak sudah dapat
dipungut pada awal tahun pajak. Sedangkan kelemahannya adalah fiskus menghitung kembali jumlah pajak
setelah tahun pajak berakhir sehingga mengakibatkan beban pekerjaan fiskus
bertambah drastic dan akibatnya seringkali tidak terselesaikan.
PPH, PBB, dan BPHTB
Pengertian
·
Pajak
penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperolehnnya dalam tahun pajak, diatur dalam ( UU No 39
tahun 2008 pasal 1 tentang pajak penghasilan.)
·
Pajak
bumi dan bangunan adalah pajak yang dikenakan di permukaan bumi maupun tubuh
bumi beserta bangunan yang ada didalamnnya, diatur dalam ( UU No 12 tahun 1985
pasal 1 angka 1 tentang pajak bumi dan bangunan )
·
Bea
perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah pajak yang dikenakan atas
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan saja, diatur dalam UU No 20 tahun
2000 pasal 1 angka 1 tentang bea perlindungan hak atas tanah dan/atau bangunan
Subjek
Subjek PPH :
- · Orang priadi,
- · Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan menggantikan yang berhak
- · Badan
- · Bentuk usaha tetap
- ( diatur dalam UU No 36 tahun 2008 pasal 2 angka 1 tentang PPH )
Subjek PBB :
- · Orang
- · Badan
- ( diatur dalam UU No. 12 tahun 1985 pasal 4 angka 1 tentang PBB )
Subjek BPHTH :
- · Orang pribadi
- · Badan
- ( diatur dalam UU No. 20 tahun 2000 pasal 4 tentang PBB )
Objek
Objek PPH :
- · Penghasilan, setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari indonesia maupun dari luar indonesia
- · Penggantian atau imbalan
- · Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
- · Laba usaha
- · Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
- ( diatur dalam UU No 36 tahun 2008 pasal 4 angka 1 tentang PPH )
Objek PBB :
- · Bumi dan/atau bangunan
- ( diatur dalam UU no 12 tahun 1985 pasal 2 angka 1 )
Objek BPHTB :
- · Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan
- · Jual beli
- · Tukar-menukar
- · Hibah
- · Hibah wasiat
- · Waris dan sbg
- ( diatur dalam UU No 20 tahun 2000 pasal 2 angka 1,2,3 )
Dasar pengaturan
Dasar penganturan PPH :
- · UU No 7 tahun 1991 tentang PPH
- · UU No 10 tahun 1994 tentang PPH
- · UU No 17 tahun 2000 tentang PPH
- · UU No 36 tahun 2008 tentang PPH
Dasar pengaturan PBB :
- · UU RI No 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah
- · Peraturan menteri keuangan RI beserta mendagri RI No 213/PMK.07/2010 No 58 tahun 2010 tentang tahapan persiapan pengalihan PBB pedesaan dan perkotaan sebagai pajak daerah
- · Peraturan direktur jendral pajak No. 61/PJ/2010 tentang tata cara pengalihan PBB pedesaan dan perkotaan sebagai pajak daerah
- · UU No 12 tahun 1985 tentang PBB
Dasar pengaturan BPHTB :
- · UU No 5 tahun 1950 tentang pokok agraria
- · UU No 20 tahun 2000 tentang BPHTB
- · UU No 28 tahun 2009 tentang pajak daerah
- · UU No 21 tahun 1997 tentang BPHTB
Pengertian pajak, retribusi dan sumbangan
1.
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara
langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma
hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada
di bawah naungan Kementerian Keuangan
Republik Indonesia.
2.
Retribusi menurut UU no. 28 tahun 2009 adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan olehPemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Berbeda dengan pajak pusat seperti Pajak
Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak, Retribusi yang dapat di sebut sebagai Pajak Daerah dikelola
oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda).
3.
Sumbangan atau donasi atau derma (Inggris: donation yang berasal dari Latin: donum) [1] adalah sebuah pemberian pada umumnya bersifat secara fisik
oleh perorangan atau badan hukum, pemberian ini mempunyai sifat sukarela dengan
tanpa adanya imbalan bersifat keuntungan, walaupun pemberian donasi dapat
berupa makanan, barang, pakaian, mainan ataupun kendaraan akan tetapi tidak
selalu demikian, pada peristiwa darurat bencana atau dalam keadaan tertentu
lain misalnya donasi dapat berupa bantuankemanusian atau bantuan dalam bentuk pembangunan,
Ciri-ciri dan karakteristik dari pajak, retribusi, dan
sumbangan
Ciri
dan karakteristik dari Pajak adalah :
1.
Pajak dipungut berdasar undang-undang
(UU) atau peraturan pelaksanaannya.
2.
Terhadap pembayaran pajak, tidak ada
kontraprestasi langsung.
3.
Pemungutannya dapat dilakukan oleh
pemerintah pusat maupun daerah, oleh karena itu ada istilah pajak pusat dan
pajak daerah.
4.
Hasilnya digunakan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran pemerintah, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran
pembangunan, dan apabila terdapat kelebihan maka sisanya digunakan untuk public
investment.
5.
Karena merupakan jenis kewajiban,maka
bila pajak tidak dipenuhi akan menimbulkan sanksi yuridis.
6.
Berfungsi sebagai alat untuk memasukkan
dana dari rakyat ke dalam kas negara (fungsi budgeter), pajak juga mempunyai
fungsi yang lain, yaitu mengatur.
Ciri
dan karakteristik Retribusi adalah:
1.
Retribusi dipungut dengan berdasarkan
peraturan-peraturan (yang berlaku umum).
2.
Retribusi dipungut sebagai pembayaran
atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan
oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan (kontraprestasi).
3.
Uang hasil retribusi digunakan bagi
pelayanan umum berkait dengan retribusi yang bersangkutan.
4.
Pelaksanaannya dapat dipaksakan,
biasanya bersifat ekonomis.
5.
Jika tidak dipenuhi, akan menimbulkan
sanksi ekonomis.
Ciri
dan karakteristik Sumbangan, antara lain:
1.
Sumbangan dipungut berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku dan mengikat secara umum
2.
Dalam sumbangan, kontraprestasi
diperoleh bukan karena membayarnya secara individual melainkan secara kelompok.
3.
Pelaksanaannya dapat dipaksakan, tetapi
tidak bersifat ekonomis seperti halnya retribusi, melainkan hanya bersifat
yuridis.
Surat
berharga dan surat yang berharga
surat
yang berharga merupakan terjemahan dari istilah
aslinya dalam bahasa Belanda “Papier Van Waarde”. Terhadap surat yang mempunyai
harga, Abdulkadir Muhammad memberikan pendapatnya sebagai berikut: “Surat ini
diterbitkan bukan untuk sebagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran sejumlah
uang, melainkan sebagai bukti diri bagi pemegangnya sebagai orang yang berhak
atas apa yang tersebut di dalamnya. Surat ini juga tidak dapat
diperjualbelikan, bukan untuk pembayaran.” Contoh : Ijazah,
Piagam, Sertifikat, akta otentik, dsb.
surat
berharga merupakan
terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “Waarde Papier”.
Abdulkadir Muhammad mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian surat berharga
sebagai berikut: “Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja
diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi yang berupa pembayaran
sejumlah uang..”contoh : Wesel, Cek, Sertifikat deposito, Bilyet
giro, Kartu kredit, Kartu ATM, dsb.
Fungsi
Pajak
1. Fungsi
anggaran atau penerimaan (budgetair):
pajak merupakan salah satu sumber dana yang digunakan pemerintah dan bermanfaat untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran. Penerimaan negara dari sektor perpajakan
dimasukkan ke dalam komponen penerimaan dalam negeri pada APBN.
2. Fungsi
mengatur (regulerend) :
pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam
bidang sosial dan ekonomi. Contohnya adalah pengenaan pajak yang lebih tinggi
kepada barang mewah dan minuman keras.
3. Fungsi stabilitas
: pajak sebagai penerimaan negara dapat digunakan untuk menjalankan
kebijakan-kebijakan pemerintah. Contohnya adalah kebijakan stabilitas harga
dengan tujuan untuk menekan inflasi dengan cara mengatur peredaran uang di
masyarakat lewat pemungutan dan penggunaan pajak yang lebih efisien dan
efektif.
4. Fungsi
redistribusi pendapatan : penerimaan negara dari pajak digunakan untuk
membiayai pengeluaran umum dan pembangunan nasional sehingga dapat membuka
kesempatan kerja dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
Pengertian
hukum pajak
Hukum pajak , adalah keseluruhan
dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil
kekayaan seseorang berdasarkan undang-undang dan menyerahkannya kembali kepada
masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum
publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antar negara & orang-orang
atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (wajib pajak).
Beberapa hal
yang diatur dalam hukum pajak :
1.
Siapa yang menjadi subjek pajak dan wajib pajak
2.
Objek apa saja yang menjadi objek pajak
3.
Kewajiban pajak terhadap pemerintah
4.
Timbul dan hapusnya utang pajak
5.
Cara penagihan pajak
6.
Cara mengajukan keberatan dan banding
Hubungan
hukum pajak dengan hukum lainnya
1.
Hubungan hukum pajak
dengan hukum perdata
prof. Mr. W.f. Prins, mantan guru besar ilmu hukum pajak di ui dalam bukunya "het belanstingrecht van indonesia" mengatakan bahwa hubungan erat ini sabgat mungkin timbul karena banyak dipergunakannya istilah2 hukum perdata dalam perundang-undangan pajak. Sebaliknya pengaruh hukum pajak terhadap hukum perdata, sebagai akibat ketentuan bahwa "lex specialis derogate lex generalis"(peraturan yang khusus mengalahkan peraturan yang umum). Maka dalam setiap penafsirannya pertama-tama dianut peraturan yang khusus ini.
prof. Mr. W.f. Prins, mantan guru besar ilmu hukum pajak di ui dalam bukunya "het belanstingrecht van indonesia" mengatakan bahwa hubungan erat ini sabgat mungkin timbul karena banyak dipergunakannya istilah2 hukum perdata dalam perundang-undangan pajak. Sebaliknya pengaruh hukum pajak terhadap hukum perdata, sebagai akibat ketentuan bahwa "lex specialis derogate lex generalis"(peraturan yang khusus mengalahkan peraturan yang umum). Maka dalam setiap penafsirannya pertama-tama dianut peraturan yang khusus ini.
2.
Hubungan hukum pajak
dengan hukum pidana
ketentuan-ketentuan pidana yang diatur dalam kuhp banyak dipergunakan dalam hukum pajak. Lihat : uu no.6 tahun 1983 tentang "ketentuan umum dan tata cara perpajakan" pasal 38 dan 39 yang kemudian diubah dengan uu no.16 tahun 2000: jelas sekali menyebutkan adanya sanksi pidana (berupa kealpaan dan kesengajaan) terhadap wajib pajak yang melanggar ketentuan di bidang perpajakan. Bahkan, ancaman2 pidana dalam hukum pajak selalu mengacu pada ketentuan hukum pidana.misal: wajib pajak yang memindahtangankan atau memindahkan hak atau merusak barang yang telah disita karena tidak melunasi utang pajaknya akan diancam pasal 231 kuhp
ketentuan-ketentuan pidana yang diatur dalam kuhp banyak dipergunakan dalam hukum pajak. Lihat : uu no.6 tahun 1983 tentang "ketentuan umum dan tata cara perpajakan" pasal 38 dan 39 yang kemudian diubah dengan uu no.16 tahun 2000: jelas sekali menyebutkan adanya sanksi pidana (berupa kealpaan dan kesengajaan) terhadap wajib pajak yang melanggar ketentuan di bidang perpajakan. Bahkan, ancaman2 pidana dalam hukum pajak selalu mengacu pada ketentuan hukum pidana.misal: wajib pajak yang memindahtangankan atau memindahkan hak atau merusak barang yang telah disita karena tidak melunasi utang pajaknya akan diancam pasal 231 kuhp
Hukum pajak materiin dan Formil
1. Hukum pajak materil (Material tax
law), yaitu memuat norma-norma yang
menerangkan antara lain
a)
keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak),
b)
siapa yang dikenakan pajak (subjek),
c)
berapa besar pajak yang dikenakan (tarif),
d)
segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan
hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak.Contoh: Undang-undang Pajak Penghasilan
dan pajak pertambahan nilai (PPN). Hukum pajak materil pph adalah UU No. 7
Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008, sedangkan
untuk PPN adalah UU No. 8 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No.
42 Tahun 2009.
2. Hukum pajak formil (Formal tax
law), memuat bentuk/ tata cara untuk
mewujudkan hukum materil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak
materil). Hukum iini memuat antara lain:
a)
Tata cara penyelanggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak.
b)
Hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib Pajak
mengenai keadaan, perbuatan dna peristiwa yang menimbulkan utang pajak.
c)
Kewajiban Wajib Pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/pencatatan,
dan hak-hak Wajib Pajak misalnya mengajukan keberatan atau banding. Contoh:
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.Contoh: UU No. 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana diubah terakhir
dengan UU No16 Tahun 2009. Artinya, kewajiban dan hak WP dalam urusan PPh dan
PPN dapat kita temukan pada UU KUP.
Pembagian
pajak berdasarkan Golongan
1. Pajak Langsung : Pajak yang
bebannya harus ditanggun sendiri oleh Wajib Pajak
yang bersangkutan dan tidak boleh dialihkan kepada orang lain. Contoh : Pajak
Penghasilan.
2. Pajak Tidak Langsung :
Pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak
lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Wewenang
pemungutan pajak
1. Pajak
pusat adalah pajak yang
dipungut oleh pemerinntah pusat dan disebut juga pajak negara. Pajak pusat
pemungutannya dilakukan oleh direktorat jenderal pajak dan diatur dalam undang
undang tentang perpajakan nasional, hasilnya akam masuk APBN Contohnya:
PBB,PPN,PPh, Bea materai
2. Pajak
daerah adalah pajak yang
dipungut oleh pemerintah daerah. Pajak daerah merupakan sumber penerimaan
pemerintah daerah. Pemungutannya dilaksanakan oleh Dinas pendapatan daerah yang
diatur dalam peraturan daerah atau PERDA, hasilnnya akan masuk APBD Contoh
pajak reklame, pajak tontonan, pajak kendaraan bermotor.
Pajak
berdasarkan sifatnya
Pajak Subjektif
- Pajak yang memperhatikan kondisi/keadaan wajib
pajak.
- Dalam mementukan pajak harus ada alasan-alasan objektif yang berhubungan
erat dengan
keadaaan materialnya yaitu gaya pikul
Pajak Objektif
1.
Pengenaan
pajak yang hanya memperhatikan kondisi objeknya
Jenis-jenis
pajak
Contoh pajak
langsung :
1. Pajak
penghasilan (pph)
2. Pajak bumi
dan bangunan (pbb)
3.
Pajak tidak langsung
Contoh pajak
tidak langsung:
1. Pajak
penjualan atas barang mewah
2. Pajak
pertambahan nilai (ppn)
3. Bea materai
4. Cukai
5. Bea impor
6. Ekspor
Pajak yang
termasuk pajak pusat;
1. Pajak
penghasilan (pph)
2. Pajak bumi
dan bangunan (pbb)
3. Pajak
pertambahan nilai (ppn)
4. Bea materai
5. Pajak
penjualan atas barang mewah
6. Bea perolehan
hak atas tanah dan bangunan
7. Pajak migas
8. Pajak ekspor
9. Pajak daerah
Contoh pajak
daerah:
1. Pajak
kendaraan bermotor
2. Pajak
reklame
3. Pajak
tontonan
4. Pajak radio
5. Pajak
hiburan
6. Pajak hotel
7. Bea balik
nama
Syarat-syarat
pemungutan pajak
1. Pemungutan
Pajak Harus Adil ( Syarat Keadilan ) Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan,
Undang Undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam
perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta
disesuaikan dengan kemampuan dari masing-masing wajib pajak. Sedang adil dalam
pelaksanaannya, yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan
keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis
Pertimbangan Pajak atas utan pajak yang telah ditetapkan.
2. Pemungutan
Pajak Harus Berdasarkan Undang Undang ( Syarat Yuridis ) Di Indonesia, pajak diatur dalam
UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hokum untuk menyatakan
keadilan, baik bagi negara maupun bagi warganya.
3. Pemungutan
Pajak Tidak Mengganggu Perekonomian ( Syarat Ekonomis ). Pemungutan pajak tidak boleh
mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak
menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan
Pajak Harus Efisien ( Syarat Finansiil ) Syarat
finansiil ini sejalan dengan fungsi budgetair, yaitu bahwa pajak
merupakan sumber utama penerimaan negara yang akan digunakan untuk menutup
sebagian pengeluaran negara. Dengan demikian maka pemungutan pajak harus
diusahakan seefektif dan seefisien mungkin sehingga bisa memasukkan uang ke kas
negara sebanyak-banyaknya dan meminimalkan biaya pemungutan sekecil-kecilnya.
5. Sistem
Pemungutan Pajak Harus Sederhana ( Syarat Sederhana ) Sistem pemungutan pajak yang
sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh Undang Undang perpajakan yang
baru.
Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan
pajak adalah sebagai berikut.
1. Asas Equality (asas
keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang
dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib
pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
2. Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak
harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi
hukum.
3. Asas Convinience of Payment (asas
pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut
pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat
wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima
hadiah.
4. Asas Effeciency (asas
efesien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin,
jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan
pajak.
Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah
sebagai berikut.
1. Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan
besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin
tinggi pajak yang dibebankan.
2. Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan
untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
3. Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
4. Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu
dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan
sama).
5. Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan
sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandinglan sengan nilai obyek
pajak. Sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar