Rabu, 18 Maret 2015

pengantar hukum pidana lanjutan

PERBARENGAN
(SAMENLOOP VAN STRAFBAREFEITEN)

  1. Satu Tindak Pidana, Pelaku lbh dr 1 org, Penyertaan ,(Deelneming) ,Pertanggungjawaban
  2. Beberapa Tindak Pidana, Pelaku hanya 1 org, Perbarengan, (Samenloop), Pertanggungjawaban pidana
Delneming ( penyertaan )

  1. Beberapa orang pelaku (lebih dari 1 orang)
  2. Tindak Pidana
Samenloop ( perbarengan )

  1.  orang pelaku
  2. Beberapa Tindak pidana
  3. Terhadap salah satu tindak pidana tersebut belum ada putusan Pengadilan
Recidive ( umum )

  1. orang pelaku
  2. Beberapa tindak pidana
  3. Dan diselingi oleh suatu putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan tetap mengulangi melakukan tindak pidana

PERBARENGAN
(SAMENLOOP VAN STRAFBAREFEITEN)
Pengertian perbarengan
Apabila seseorang  melakukan sesuatu Tindak Pidana dan dengan melakukan satu tindak pidana melanggar beberapa peraturan atau apabila seseorang melakukan beberapa tindak pidana dimana masing-masing tindak pidana  tersebut merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri-sendiri, dan terhadap salah satu dari perbuatan pidana tersebut belum ada putusan hakim, dan terhadap beberapa tindak pidana tersebut diadili sekaligus
Tujuan Pengaturan Samenloop
Untuk menentukan ukuran pidana (hukuman), artinya pidana apa dan berapakah jumlahnya yang akan dijatuhkan karena ’pelaku’  melakukan beberapa tindak pidana yang masing-masing berdiri sendiri

SIMONS, ZEVENBERGEN, VOS, HAZEWINKKEL – SURINGA
Menempatkan Samenloop ke dalam pembahasan mengenai ukuran untuk menetapkan berat ringannya pidana (Straaftoemeting)

Pengaturan Perbarengan
Buku I Bab VI
Pasal 63 – 71 KUHP

Bentuk Gabungan Tindak Pidana
  1. Gabungan satu perbuatan / concursus idealis / Eendaadse Samenloop 
  2. Perbuatan berlanjut / Voorgezette Handeling    
  3. Gabungan beberapa perbuatan / concursus realis / Meerdaadse Samenloop

Gabungan satu perbuatan / concursus idealis / Eendaadse Samenloop 
Yaitu gabungan suatu perbuatan, apabila seseorang melakukan suatu perbuatan dan dengan melakukan perbuatan itu ia melakukan pelanggaran atas beberapa peraturan per-uu an hk pidana. 
Concursus idealis ini  diatur dalam pasal 63 ayat (1) KUHP
Concursus Idealis
Pasal 63 KUHP
(1) Kalau sesuatu perbuatan termasuk dalam lebih dari satu ketentuan pidana, maka hanyalah satu saja dari ketentuan-ketentuan itu yang dipakai; jika pidana berlainan, maka yang dipakai ialah ketentuan yang terberat pidana pokoknya;
(2) Kalau   bagi sesuatu perbuatan yang dapat dipidana karena ketentuan pidana umum, ada ketentuan pidana khusus, maka ketentuan pidana khusus itu sajalah yang digunakan.

Concursus Realis
Pasal 65 KUHP
(1) Jika ada gabungan beberapa perbuatan, yang masing-masingnya harus dipandang  sebagai satu perbuatan bulat dan yang masing-masingnya merupakan kejahatan yang terancam dengan pidana pokoknya yang sama, maka satu pidana saja yang dijatuhkan;
(2) Maksimum pidana itu ialah jumlah maksimum yang diancamkan atas tiap-tiap perbuatan itu, tetapi tidak boleh lebih dari yang terberat ditambah sepertiganya.

Vorgezete Handeling
Pasal 64 KUHP

  1. Kalau antara beberapa perbuatan ada perhubungannya, meskipun perbuatan itu masing-masing telah merupakan kejahatan atau pelanggaran, sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan yang berturut-turut, maka hanyalah satu ketentuan pidana saja yang digunakan ialah ketentuan yang terberat pidana pokoknya;
  2. Begitu juga hanyalah satu ketentuan pidana yang dijalankan, apabila orang disalahkan memalsukan atau merusak uang dan memakai benda, yang terhadapnya dilakukan perbuatan memalsukan atau merusak uang itu;
  3. Akan tetapi jikalau kejahatan yang diterangkan dalam pasal 364, 373,  379 dan pasal 407 ayat pertama dilakukan dengan berturut-turut, serta jumlah kerugian atas kepunyaan orang karena perbuatan itu lebih dari Rp. 25,- maka dijalankan ketentuan pidana pasal 362, 372, 378, atau 406.

Teori Gabungan Melakukan Tindak Pidana 
Pokok persoalan dalam gabungan melakukan tindak pidana adalah mengenai bagaimana sistem penjatuhan pidana bagi seseorang yang telah melakukan delik gabungan. KUHP mengenal  4 (empat) teori yang dipergunakan untuk menjatuhkan pidana bagi pelaku tindak pidana gabungan

Stelsel Penjatuhan Pidana
Asas Absorbsi :
Satu pidana yang dijatuhkan adalah pidana yang terberat
Asas Komulasi :
Pidana yang dijatuhkan adalah dikomulasikan
Asas Absorbsi yang dipertajam (Verscherpte absorptie) :
Dalam sistem ini ancaman hukumannya adalah hukuman yang terberat, namun masih harus ditambah 1/3 kali maksimum hukuman terberat yang disebutkan. Sistem ini dipergunakan untuk gabungan tindak pidana berganda dimana ancaman hukuman pokoknya ialah sejenis. Adapun dasar yang digunakan adalah Pasal 65.
Asas Kumulasi sedang (Gematigde cumulatie stelsel) :
a.       Yaitu tiap-tiap ancaman hukuman dari masing-masing kejahatan yang telah dilakukan, dijumlahkan seluruhnya, namun tidak boleh melebihi maksimum terberat ditambah sepertiganya.
b.      Sistem ini berlaku untuk gabungan tindak pidana berganda, dimana ancaman hukuman pokoknya tidak sejenis. Adapun dasar hukum sistem ini adalah Pasal 66 KUHP.


Sistem Penjatuhan Pidana dalam Perbarengan

  1. Absorbsi Stelsel Dalam sistem ini pidana yang dijatuhkan ialah pidana yang terberat di antara beberapa pidana yang diancamkan. Dalam stelsel ini seakan-akan pidana yang ringan terserap oleh pidana yang lebih berat. Kelemahan dari sistem ini ialah terdapat kecenderungan pada pelaku untuk melakukan tindak pidana yang lebih ringan sehubungan dengan adanya ancaman hukuman yang lebih berat. Dasar daripada sistem absorbsi ini ialah Pasal 63 dan 64, yaitu untuk gabungan tindak pidana tunggal dan perbuatan berlanjut.
  2. Absorbsi Yang Dipertajam Dalam sistem ini ancaman pidananya adalah pidana yang terberat, namun masih harus ditambah 1/3 kali maksimum pidana terberat yang disebutkan. Sistem ini dipergunakan untuk gabungan tindak pidana berganda dimana ancaman pidana pokoknya ialah sejenis. Dasar yang dipergunakan adalah Pasal 65.
  3. Cumulatie Stelsel Semua ancaman pidana dari gabungan tindak pidana tersebut dijumlahkan, tanpa ada pengurangan. Sistem ini berlaku untuk gabungan tindak pidana berganda terhadap pelanggaran dengan pelanggaran dan kejahatan dengan pelanggaran. Dasar hukumnya adalah Pasal 70 KUHP.
  4.  Cumulatie Yang Diperlunak Tiap-tiap ancaman pidana dari masing-masing tindak pidana yang telah dilakukan, dijumlahkan seluruhnya, namun tidak boleh melebihi maksimum terberat ditambah sepertiganya. Sistem ini berlaku untuk gabungan tindak pidana berganda, dimana ancaman hukuman pokoknya tidak sejenis. Dasar hukum sistem ini adalah Pasal 66 KUHP.

Delik aduan
·         R.SOESILO
Tindak pidana yang hanya dapat dituntut atas pengaduan ( permintaan ) dan dari orang yang terkena tindak pidana
·         P.A.F.LAMINTANG
Tindak pidana yang hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang dirugikan

Pengaduan pasal 1 angka 25 KUHP
Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya

Unsur pengaduan yang esensial
·         Pernyataan tentang telah diperbuatnya tindak pidana oleh seseorang,
·         Disertai permintaan untuk diadakan pemeriksaan ( penyidikan ) untuk dilakukan penuntutan pidana ke sidang pengadilan

Laporan pasal 1 angka 24 KUHP
Laporang adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak dan kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang, atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana

Subjek yang berhak menyampaikan laporan
BAB XIV pasal 108 UU no 8 tahun 1981 :
·         Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan, atau menjadi korban tindak pidana, berhak untuk mengajukan laporang atau pengaduan kepada penyelidik atau penyidik
·         Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketentraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa, atau terhadap hak milik, wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik
·         Pegawai negeri dalam rangka menjalankan tugas yang mengetahui terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana, wajib segera melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik

2 kelompok pelapor menurut KUHP
·         Orang yang diberi hak oleh UU untuk melapor:
Orang yang mengalami, melihat, menyaksikan, atau orang yang menjadi korban tindak pidana yang terjadi, berhak menyampaikan laporan. ( sifat boleh dipergunakan, tidak dipaksakan
·         Pelapor/kelompok pelapor atas dasar kewajiban hukum
Suatu kewajiban yang dilakukan oleh orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhdapa ketentraman dan keamanan umum, atau jiwa, atau terhadap hak milik atau pegawai negeri dalam rangka menjalankan tugas yang mengetahui terjadi peristiwa yang merupakan tindak pidana

Perbedaan laporan dengan pengaduan
Pengaduan :
·         Disamping berupa informasi tentang diperbuatnnya tindak pidana, juga harus disertai permintaan yang tegas kepada pejabat penerima pengaduan agar tindak pidana itu diusut dan kemudian dilakukan penuntutan
·         Hanya dapat dilakukan oelh orang yang berhak saja ( korban, kuasanya, walinya dan lain-lain )
·         Hanya dapat dilakukan pada tindak pidana aduan saja
·         Pengaduan merupakan syarat esensial untuk dapatnnya negara melakukan penuntutan pidana
Pelaporan :
·         Pada pelaporan cukup menyampaikan sekedar berisi keterangan atau informasi tentang adanya peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana
·         Pelaporan boleh dilakukan oleh siapa saja, baik korban ataupun bukan, baik orang dewasa maupun anak yang belum cukup umur (belum dewasa )
·         Pelaporan dapat diajukan mengenai semua tindak pidana ( kejahatan maupun pelanggaran )
·         Pelaporan  tidak merupakan syarat untuk dapat dilakukannya penuntutan pidana terhadap si pelakunya/pembuatnnya

Penuntutan pasal 1 angka 7 KUHP
Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan

Tindak pidana dalam buku II KUHP sebagai delik aduan
·         Pasal 284 : perzinahan
·         Pasal 287 : bersetubuh dengan perempuan dibawah umur
·         Pasal 293 : menggerakkan orang untuk berbuat cabul
·         Pasal 319 ( jo 310-318 KUHP ) penghinaan kecuali pasal 316
·         Pasal 320 : pencemaran terhadap orang yang meninggal
·         Pasal 321 : penyiaran yg berbentuk hinaan
·         Pasal 322 : membuka rahasia
·         Dan sbg

Delik aduan absolut
·         Delik yang selalu hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan seperti tersebut dalam pasal-pasal : 284, 287,293, 310 dan berikutnya 332,322 dan 369
·         Pengaduan diperlukan untuk menuntut peristiwanya sehingga permintaan dalam pengaduannya harus berbunyi saya minta agar peristiwa ini dituntut
·         Oleh karena yang dituntut itu peristiwanya, maka semua orang yang bersangkut paut ( melakukan, membujuk, membantu ) dengan peristiwa itu harus dituntut, jadi delik aduan ini tidak dapat displit.

Delik aduan relatif
·         Delik yang biasannya bukan merupakan delik aduan, akan tetapi jika dilakukan oleh sanak keluarga yang ditentukan dalam pasal 367 lalu menjadi delik aduan
·         Delik aduan relatif ini tersebut dalam pasal-pasal: 367,370,376,394,404, dan 411
·         Pengaduan ini diperlukan bukan untuk menuntut peristiwanya tetapi untuk menuntut orang-orangnnya yang bersalah dalam peristiwa itu jadi delik aduan ini dapat displit

Sifat delik aduan absolut dan relatif
·         Delik aduan absolut
Tiap-tiap kejahatan yang dilakukan, yang hanya akan dapat diadukan penuntutan oleh penuntut umum apabila telah diterima aduan dari yang berhak mengadukannnya.
·         Delik aduan relatif
Kejahatan-kejahatan yang dilakukan, yang sebenarnnya bukan merupakan kejahatan aduan, tetapi khusus terhadap hal-hal tertentu justru diperlukan sebagai delik aduan

Perbedaan delik aduan absolut dan relatif
Absolut:
·         Delik aduan absolut bila dituntut, maka semua pelaku dari kejahatan tersebut harus dituntut
·         Pada delik aduan absolut cukup apabila pengadu hanya menyebut peristiwanya saja
·         Pengaduan dalam delik aduan absolut tidak dapat dipecahkan
Relatif :
·         Delik aduan relatif penuntutan dapat dipisah-pisah
·         Delik aduan relatif pengaduan harus menyebutkan orang yang ia duga telah merugikan dirinya
·         Pengaduan dalam delik aduan relatif dapat dipecahkan

Pengajuan aduan pasal 72 KUHP
·         Wakilnnya yang sah dalam perkara sipil, atau wali, atau pengaduan orang tertentu ( khusus untuk orang yang belum dewasa ). Misalnnya orang tua korban, pengacara, pengampu, dan wali
·         Orang yang langsung dikenai kejahatan itu ( koerban )

Tenggang waktu pengajuan aduan      
Pasal 74 ayat 1 KUHP : hak untuk mengajukan aduan paling lama dalam jangka waktu 6 bulan setelah kejaidan itu diketahui, kalau dia berdiam di luar negeri paling lama tenggang waktunnya 9 bulan

Hapusnya kewenangan menuntut dan menjalankan pidanan
Hapusnya kewenangan menuntut menurut KUHP :
·         Tidak adanya pengaduan pada delik-delik aduan ( pasal 72-75 KUHP )
Kewenangan melakukan penuntutan pada prinsipnnya tidak berhubungan dengan kehendak perorangan kecuali dengan beberapa delik tertentu diantaranya perizinan ( pasal 284 ), persetubuhan terhadap anak dibawah umur ( pasal 287-288 ), untuk melarikan wanita ( pasal 332 ), pencemaran nama baik ( pasal 319 ) dan sbg.
·         Ne bis in idem ( pasal 76 KUHP )
Arti adalah tidak atau jangan dua kali yang sama, sering juga digunakan istilah nemodebet bis vexari ( tidak seorangpun atas perbuatannya dapat diganggu/dibahayakan untuk kedua kalinnya ) yang dalam literature angka saxon diterjemahkan menjadi no one could be put twice in joepardy for the same offerice
Dasar pemikiran asas ini ialah : untuk menjaga martabat pengadilan, dan untuk rasa kepastian bagi terdakwa yang telah mendapat putusan
Penuntutan terhadap dapat hapus berdasarkan neb is in idem apabila dipenuhi syarat-syarat :
a.       ada putusan yang berkekuatan hukum tetap,
b.      terhadap setiap orang putusan itu dijatuhkan adalah sama,
c.       perbuatan yang dituntut 2 kali adalah sama dengan yang pernah diputus terdahulu itu
·         Matinya terdakwa ( pasal 77 KUHP )
Hal ini wajar karena KUHP berpendirian bahwa yang dapat menjadi subjek hukum hanyalah orang dan pertanggung jawaban bersifat pribadi
·         Daluarsa ( pasal 78 KUHP )
Tenggang waktu daluarsa ditetapkan dalam pasal 78 (1) yaitu :
a.       Untuk semua pelanggaran dan kejahatan percetakan : sesudah 1 tahun
b.      Untuk kejahatan yang diancam denda, kurungan atau penjara maksimum 3 tahun : daluarsanya sesudah 6 tahun
c.       Untuk kejahatan yang diancam pidana penjara lebih dari 3 tahun : daluarsanya 12 tahun
d.      Untuk kejahatan yang diancam pidana mati atau seumur hidup : daluarsanya sesudah 18 tahun
·         Telah ada pembayaran denda maksimum kepada pejabat tertentu untuk pelanggaran yang hanya diancam dengan denda saja ( pasal 82 KUHP )
Ketentuan pembayaran denda maksimum untuk pelanggaran hukum ( pasal 82 ) ini dikenal juga sebagai lembaga hukum afkoop ( penebusan ) atau juga sering disebut sechikking ( perdamaian )
·         Ada abolisi atau amnesti diluar KUHP
a.       Amnesti adalah pernyataan umum ( yang diterbitkan dalam suatu peraturan perundang-undangan ) yang memuat pencabutan semua akibat pemidanaan dari suatu delik tertentu atau suatu kelompok delik tertentu, demi kepentingan semua terpidana maupun bukan, terdakwa ataupun bukan, mereka yang identitasnya diketahui maupun tidak namun bersalah melakukan tindakan tersebut.
b.      Abolisi adalah  penghapusan yang diberikan kepada perseorangan yang mencakup penghapusan seluruh akibat penghukuman, seluruh akibat penjatuhan putusan, termasuk putusan itu sendiri

Alasan gugurnya kewenangan menjalankan pidana
Yang terdapat dalam KUHP :
  • ·         Matinya terpidana pasal 83
  • ·         Daluarsa pasal 84 dan 85

Yang terdapat diluar KUHP :
  • ·         Pemberian amnesti
  • ·         Pemberian grasi


Grasi adalah pengurangan pelaksanaan putusan hakim atau mengurangi hukuman yang dijatuhkan oleh hakim tanpa menghapus putusan tersebut, grasi dari presiden berupa :
  • ·         Tidak mengeksekusi seluruhnya
  • ·         Hanya mengeksekusi sebagian saja
  • ·         Mengadakan komutasi yaitu jenis pidanannya diganti, misalnya pidana diganti kurungan, kurungan diganti dengan dendan, pidana mati diganti dengan pidana seumur hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar