PERBARENGAN
(SAMENLOOP VAN STRAFBAREFEITEN)
(SAMENLOOP VAN STRAFBAREFEITEN)
- Satu Tindak Pidana, Pelaku lbh dr 1 org, Penyertaan ,(Deelneming) ,Pertanggungjawaban
- Beberapa Tindak Pidana, Pelaku hanya 1 org, Perbarengan, (Samenloop), Pertanggungjawaban pidana
Delneming ( penyertaan )
- Beberapa orang pelaku (lebih dari 1 orang)
- Tindak Pidana
Samenloop ( perbarengan )
- orang pelaku
- Beberapa Tindak pidana
- Terhadap salah satu tindak pidana tersebut belum ada putusan Pengadilan
Recidive ( umum )
- orang pelaku
- Beberapa tindak pidana
- Dan diselingi oleh suatu putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan tetap mengulangi melakukan tindak pidana
PERBARENGAN
(SAMENLOOP VAN STRAFBAREFEITEN)
(SAMENLOOP VAN STRAFBAREFEITEN)
Pengertian
perbarengan
Apabila
seseorang melakukan sesuatu Tindak
Pidana dan dengan melakukan satu tindak pidana melanggar beberapa peraturan
atau apabila seseorang melakukan beberapa tindak pidana dimana masing-masing
tindak pidana tersebut merupakan tindak
pidana yang berdiri sendiri-sendiri, dan terhadap salah satu dari perbuatan
pidana tersebut belum ada putusan hakim, dan terhadap beberapa tindak pidana
tersebut diadili sekaligus
Tujuan Pengaturan Samenloop
Untuk
menentukan ukuran pidana (hukuman), artinya pidana apa dan berapakah jumlahnya
yang akan dijatuhkan karena ’pelaku’
melakukan beberapa tindak pidana yang masing-masing berdiri sendiri
SIMONS, ZEVENBERGEN, VOS, HAZEWINKKEL – SURINGA
Menempatkan Samenloop
ke dalam pembahasan mengenai ukuran untuk menetapkan berat ringannya pidana (Straaftoemeting)
Pengaturan
Perbarengan
Buku
I Bab VI
Pasal
63 – 71 KUHP
Bentuk
Gabungan Tindak Pidana
- Gabungan
satu perbuatan / concursus idealis / Eendaadse Samenloop
- Perbuatan
berlanjut / Voorgezette Handeling
- Gabungan
beberapa perbuatan / concursus realis / Meerdaadse Samenloop
Gabungan
satu perbuatan / concursus idealis /
Eendaadse Samenloop
Yaitu gabungan suatu perbuatan, apabila seseorang
melakukan suatu perbuatan dan dengan melakukan perbuatan itu ia melakukan
pelanggaran atas beberapa peraturan per-uu an hk pidana.
Concursus
idealis ini diatur dalam pasal 63 ayat (1) KUHP
Concursus
Idealis
Pasal
63 KUHP
(1)
Kalau sesuatu perbuatan termasuk dalam lebih dari satu ketentuan pidana, maka
hanyalah satu saja dari ketentuan-ketentuan itu yang dipakai; jika pidana
berlainan, maka yang dipakai ialah ketentuan yang terberat pidana pokoknya;
(2)
Kalau bagi sesuatu perbuatan yang dapat
dipidana karena ketentuan pidana umum, ada ketentuan pidana khusus, maka
ketentuan pidana khusus itu sajalah yang digunakan.
Concursus
Realis
Pasal
65 KUHP
(1)
Jika ada gabungan beberapa perbuatan, yang masing-masingnya harus dipandang
sebagai satu perbuatan bulat dan yang masing-masingnya merupakan
kejahatan yang terancam dengan pidana pokoknya yang sama, maka satu pidana saja
yang dijatuhkan;
(2)
Maksimum pidana itu ialah jumlah maksimum yang diancamkan atas tiap-tiap
perbuatan itu, tetapi tidak boleh lebih dari yang terberat ditambah
sepertiganya.
Vorgezete
Handeling
Pasal
64 KUHP
- Kalau antara beberapa perbuatan ada perhubungannya, meskipun perbuatan itu masing-masing telah merupakan kejahatan atau pelanggaran, sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan yang berturut-turut, maka hanyalah satu ketentuan pidana saja yang digunakan ialah ketentuan yang terberat pidana pokoknya;
- Begitu juga hanyalah satu ketentuan pidana yang dijalankan, apabila orang disalahkan memalsukan atau merusak uang dan memakai benda, yang terhadapnya dilakukan perbuatan memalsukan atau merusak uang itu;
- Akan tetapi jikalau kejahatan yang diterangkan dalam pasal 364, 373, 379 dan pasal 407 ayat pertama dilakukan dengan berturut-turut, serta jumlah kerugian atas kepunyaan orang karena perbuatan itu lebih dari Rp. 25,- maka dijalankan ketentuan pidana pasal 362, 372, 378, atau 406.
Teori
Gabungan Melakukan Tindak Pidana
Pokok persoalan dalam gabungan melakukan tindak pidana adalah mengenai bagaimana sistem penjatuhan pidana bagi seseorang yang telah melakukan delik gabungan. KUHP mengenal 4 (empat) teori yang dipergunakan untuk menjatuhkan pidana bagi pelaku tindak pidana gabungan
Pokok persoalan dalam gabungan melakukan tindak pidana adalah mengenai bagaimana sistem penjatuhan pidana bagi seseorang yang telah melakukan delik gabungan. KUHP mengenal 4 (empat) teori yang dipergunakan untuk menjatuhkan pidana bagi pelaku tindak pidana gabungan
Stelsel
Penjatuhan Pidana
Asas Absorbsi :
Satu
pidana yang dijatuhkan adalah pidana yang terberat
Asas Komulasi :
Asas Komulasi :
Pidana yang dijatuhkan adalah dikomulasikan
Asas Absorbsi yang dipertajam (Verscherpte absorptie)
:
Dalam sistem ini
ancaman hukumannya adalah hukuman yang terberat, namun masih harus ditambah 1/3
kali maksimum hukuman terberat yang disebutkan. Sistem ini dipergunakan untuk
gabungan tindak pidana berganda dimana ancaman hukuman pokoknya ialah sejenis.
Adapun dasar yang digunakan adalah Pasal 65.
Asas Kumulasi sedang (Gematigde cumulatie stelsel)
:
a. Yaitu
tiap-tiap ancaman hukuman dari masing-masing kejahatan yang telah dilakukan,
dijumlahkan seluruhnya, namun tidak boleh melebihi maksimum terberat ditambah
sepertiganya.
b. Sistem
ini berlaku untuk gabungan tindak pidana berganda, dimana ancaman hukuman
pokoknya tidak sejenis. Adapun dasar hukum sistem ini adalah Pasal 66 KUHP.
Sistem
Penjatuhan Pidana dalam Perbarengan
- Absorbsi Stelsel Dalam sistem ini pidana yang dijatuhkan ialah pidana yang terberat di antara beberapa pidana yang diancamkan. Dalam stelsel ini seakan-akan pidana yang ringan terserap oleh pidana yang lebih berat. Kelemahan dari sistem ini ialah terdapat kecenderungan pada pelaku untuk melakukan tindak pidana yang lebih ringan sehubungan dengan adanya ancaman hukuman yang lebih berat. Dasar daripada sistem absorbsi ini ialah Pasal 63 dan 64, yaitu untuk gabungan tindak pidana tunggal dan perbuatan berlanjut.
- Absorbsi Yang Dipertajam Dalam sistem ini ancaman pidananya adalah pidana yang terberat, namun masih harus ditambah 1/3 kali maksimum pidana terberat yang disebutkan. Sistem ini dipergunakan untuk gabungan tindak pidana berganda dimana ancaman pidana pokoknya ialah sejenis. Dasar yang dipergunakan adalah Pasal 65.
- Cumulatie Stelsel Semua ancaman pidana dari gabungan tindak pidana tersebut dijumlahkan, tanpa ada pengurangan. Sistem ini berlaku untuk gabungan tindak pidana berganda terhadap pelanggaran dengan pelanggaran dan kejahatan dengan pelanggaran. Dasar hukumnya adalah Pasal 70 KUHP.
- Cumulatie Yang Diperlunak Tiap-tiap ancaman pidana dari masing-masing tindak pidana yang telah dilakukan, dijumlahkan seluruhnya, namun tidak boleh melebihi maksimum terberat ditambah sepertiganya. Sistem ini berlaku untuk gabungan tindak pidana berganda, dimana ancaman hukuman pokoknya tidak sejenis. Dasar hukum sistem ini adalah Pasal 66 KUHP.
Delik
aduan
·
R.SOESILO
Tindak pidana yang hanya dapat
dituntut atas pengaduan ( permintaan ) dan dari orang yang terkena tindak
pidana
·
P.A.F.LAMINTANG
Tindak pidana yang hanya dapat
dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang dirugikan
Pengaduan
pasal 1 angka 25 KUHP
Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan
oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak
menurut hukum seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang
merugikannya
Unsur
pengaduan yang esensial
·
Pernyataan tentang telah diperbuatnya
tindak pidana oleh seseorang,
·
Disertai permintaan untuk diadakan
pemeriksaan ( penyidikan ) untuk dilakukan penuntutan pidana ke sidang
pengadilan
Laporan
pasal 1 angka 24 KUHP
Laporang adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh
seorang karena hak dan kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang
berwenang tentang telah atau sedang, atau diduga akan terjadinya peristiwa
pidana
Subjek
yang berhak menyampaikan laporan
BAB
XIV pasal 108 UU no 8 tahun 1981 :
·
Setiap orang yang mengalami, melihat,
menyaksikan, atau menjadi korban tindak pidana, berhak untuk mengajukan
laporang atau pengaduan kepada penyelidik atau penyidik
·
Setiap orang yang mengetahui permufakatan
jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketentraman dan keamanan umum atau
terhadap jiwa, atau terhadap hak milik, wajib seketika itu juga melaporkan hal
tersebut kepada penyelidik atau penyidik
·
Pegawai negeri dalam rangka menjalankan
tugas yang mengetahui terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana, wajib
segera melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik
2
kelompok pelapor menurut KUHP
·
Orang yang diberi hak oleh UU untuk
melapor:
Orang yang mengalami, melihat,
menyaksikan, atau orang yang menjadi korban tindak pidana yang terjadi, berhak
menyampaikan laporan. ( sifat boleh dipergunakan, tidak dipaksakan
·
Pelapor/kelompok pelapor atas dasar
kewajiban hukum
Suatu kewajiban yang dilakukan oleh
orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhdapa
ketentraman dan keamanan umum, atau jiwa, atau terhadap hak milik atau pegawai
negeri dalam rangka menjalankan tugas yang mengetahui terjadi peristiwa yang
merupakan tindak pidana
Perbedaan
laporan dengan pengaduan
Pengaduan
:
·
Disamping berupa informasi tentang
diperbuatnnya tindak pidana, juga harus disertai permintaan yang tegas kepada
pejabat penerima pengaduan agar tindak pidana itu diusut dan kemudian dilakukan
penuntutan
·
Hanya dapat dilakukan oelh orang yang
berhak saja ( korban, kuasanya, walinya dan lain-lain )
·
Hanya dapat dilakukan pada tindak pidana
aduan saja
·
Pengaduan merupakan syarat esensial
untuk dapatnnya negara melakukan penuntutan pidana
Pelaporan
:
·
Pada pelaporan cukup menyampaikan
sekedar berisi keterangan atau informasi tentang adanya peristiwa yang diduga
sebagai tindak pidana
·
Pelaporan boleh dilakukan oleh siapa
saja, baik korban ataupun bukan, baik orang dewasa maupun anak yang belum cukup
umur (belum dewasa )
·
Pelaporan dapat diajukan mengenai semua
tindak pidana ( kejahatan maupun pelanggaran )
·
Pelaporan tidak merupakan syarat untuk dapat
dilakukannya penuntutan pidana terhadap si pelakunya/pembuatnnya
Penuntutan
pasal 1 angka 7 KUHP
Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan
pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus
oleh hakim di sidang pengadilan
Tindak
pidana dalam buku II KUHP sebagai delik aduan
·
Pasal 284 : perzinahan
·
Pasal 287 : bersetubuh dengan perempuan
dibawah umur
·
Pasal 293 : menggerakkan orang untuk
berbuat cabul
·
Pasal 319 ( jo 310-318 KUHP ) penghinaan
kecuali pasal 316
·
Pasal 320 : pencemaran terhadap orang
yang meninggal
·
Pasal 321 : penyiaran yg berbentuk
hinaan
·
Pasal 322 : membuka rahasia
·
Dan sbg
Delik
aduan absolut
·
Delik yang selalu hanya dapat dituntut
apabila ada pengaduan seperti tersebut dalam pasal-pasal : 284, 287,293, 310
dan berikutnya 332,322 dan 369
·
Pengaduan diperlukan untuk menuntut peristiwanya
sehingga permintaan dalam pengaduannya harus berbunyi saya minta agar peristiwa
ini dituntut
·
Oleh karena yang dituntut itu
peristiwanya, maka semua orang yang bersangkut paut ( melakukan, membujuk,
membantu ) dengan peristiwa itu harus dituntut, jadi delik aduan ini tidak
dapat displit.
Delik
aduan relatif
·
Delik yang biasannya bukan merupakan
delik aduan, akan tetapi jika dilakukan oleh sanak keluarga yang ditentukan
dalam pasal 367 lalu menjadi delik aduan
·
Delik aduan relatif ini tersebut dalam
pasal-pasal: 367,370,376,394,404, dan 411
·
Pengaduan ini diperlukan bukan untuk
menuntut peristiwanya tetapi untuk menuntut orang-orangnnya yang bersalah dalam
peristiwa itu jadi delik aduan ini dapat displit
Sifat
delik aduan absolut dan relatif
·
Delik
aduan absolut
Tiap-tiap kejahatan yang dilakukan,
yang hanya akan dapat diadukan penuntutan oleh penuntut umum apabila telah
diterima aduan dari yang berhak mengadukannnya.
·
Delik
aduan relatif
Kejahatan-kejahatan yang dilakukan,
yang sebenarnnya bukan merupakan kejahatan aduan, tetapi khusus terhadap
hal-hal tertentu justru diperlukan sebagai delik aduan
Perbedaan
delik aduan absolut dan relatif
Absolut:
·
Delik aduan absolut bila dituntut, maka
semua pelaku dari kejahatan tersebut harus dituntut
·
Pada delik aduan absolut cukup apabila
pengadu hanya menyebut peristiwanya saja
·
Pengaduan dalam delik aduan absolut
tidak dapat dipecahkan
Relatif
:
·
Delik aduan relatif penuntutan dapat
dipisah-pisah
·
Delik aduan relatif pengaduan harus
menyebutkan orang yang ia duga telah merugikan dirinya
·
Pengaduan dalam delik aduan relatif
dapat dipecahkan
Pengajuan
aduan pasal 72 KUHP
·
Wakilnnya yang sah dalam perkara sipil,
atau wali, atau pengaduan orang tertentu ( khusus untuk orang yang belum dewasa
). Misalnnya orang tua korban, pengacara, pengampu, dan wali
·
Orang yang langsung dikenai kejahatan
itu ( koerban )
Tenggang
waktu pengajuan aduan
Pasal 74 ayat 1 KUHP :
hak untuk mengajukan aduan paling lama dalam jangka waktu 6 bulan setelah
kejaidan itu diketahui, kalau dia berdiam di luar negeri paling lama tenggang
waktunnya 9 bulan
Hapusnya
kewenangan menuntut dan menjalankan pidanan
Hapusnya kewenangan
menuntut menurut KUHP :
·
Tidak adanya pengaduan pada delik-delik
aduan ( pasal 72-75 KUHP )
Kewenangan
melakukan penuntutan pada prinsipnnya tidak berhubungan dengan kehendak
perorangan kecuali dengan beberapa delik tertentu diantaranya perizinan ( pasal
284 ), persetubuhan terhadap anak dibawah umur ( pasal 287-288 ), untuk
melarikan wanita ( pasal 332 ), pencemaran nama baik ( pasal 319 ) dan sbg.
·
Ne bis in idem ( pasal 76 KUHP )
Arti
adalah tidak atau jangan dua kali yang sama, sering juga digunakan istilah
nemodebet bis vexari ( tidak seorangpun atas perbuatannya dapat
diganggu/dibahayakan untuk kedua kalinnya ) yang dalam literature angka saxon
diterjemahkan menjadi no one could be put twice in joepardy for the same
offerice
Dasar pemikiran asas ini ialah :
untuk menjaga martabat pengadilan, dan untuk rasa kepastian bagi terdakwa yang
telah mendapat putusan
Penuntutan terhadap dapat hapus
berdasarkan neb is in idem apabila dipenuhi syarat-syarat :
a. ada
putusan yang berkekuatan hukum tetap,
b. terhadap
setiap orang putusan itu dijatuhkan adalah sama,
c. perbuatan
yang dituntut 2 kali adalah sama dengan yang pernah diputus terdahulu itu
·
Matinya terdakwa ( pasal 77 KUHP )
Hal
ini wajar karena KUHP berpendirian bahwa yang dapat menjadi subjek hukum
hanyalah orang dan pertanggung jawaban bersifat pribadi
·
Daluarsa ( pasal 78 KUHP )
Tenggang
waktu daluarsa ditetapkan dalam pasal 78 (1) yaitu :
a. Untuk
semua pelanggaran dan kejahatan percetakan : sesudah 1 tahun
b. Untuk
kejahatan yang diancam denda, kurungan atau penjara maksimum 3 tahun :
daluarsanya sesudah 6 tahun
c. Untuk
kejahatan yang diancam pidana penjara lebih dari 3 tahun : daluarsanya 12 tahun
d. Untuk
kejahatan yang diancam pidana mati atau seumur hidup : daluarsanya sesudah 18
tahun
·
Telah ada pembayaran denda maksimum
kepada pejabat tertentu untuk pelanggaran yang hanya diancam dengan denda saja
( pasal 82 KUHP )
Ketentuan
pembayaran denda maksimum untuk pelanggaran hukum ( pasal 82 ) ini dikenal juga
sebagai lembaga hukum afkoop ( penebusan ) atau juga sering disebut sechikking
( perdamaian )
·
Ada abolisi atau amnesti diluar KUHP
a. Amnesti
adalah pernyataan umum ( yang diterbitkan dalam suatu peraturan
perundang-undangan ) yang memuat pencabutan semua akibat pemidanaan dari suatu
delik tertentu atau suatu kelompok delik tertentu, demi kepentingan semua
terpidana maupun bukan, terdakwa ataupun bukan, mereka yang identitasnya diketahui
maupun tidak namun bersalah melakukan tindakan tersebut.
b. Abolisi
adalah penghapusan yang diberikan kepada
perseorangan yang mencakup penghapusan seluruh akibat penghukuman, seluruh
akibat penjatuhan putusan, termasuk putusan itu sendiri
Alasan
gugurnya kewenangan menjalankan pidana
Yang terdapat dalam
KUHP :
- · Matinya terpidana pasal 83
- · Daluarsa pasal 84 dan 85
Yang terdapat diluar
KUHP :
- · Pemberian amnesti
- · Pemberian grasi
Grasi
adalah pengurangan pelaksanaan putusan hakim atau mengurangi hukuman yang
dijatuhkan oleh hakim tanpa menghapus putusan tersebut, grasi dari presiden
berupa :
- · Tidak mengeksekusi seluruhnya
- · Hanya mengeksekusi sebagian saja
- · Mengadakan komutasi yaitu jenis pidanannya diganti, misalnya pidana diganti kurungan, kurungan diganti dengan dendan, pidana mati diganti dengan pidana seumur hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar